Rabu, 21 Juni 2017

Ukuran Partisipasi Politik (bagian 2 -habis) Oleh: Fayakhun Andriadi


Fayakhun Andriadi, lahir di Semarang pada tanggal 24 Agustus 1972. Pria yang sekarang menjadi ketua DPD Partai Gokar DKI Jakarta ini merupakan salah satu politisi muda yang karirnya cukup bersinar. Selain mahir di bidang organisasi, Kun –begitu Fayakhun Andriadi biasa dipanggil- juga memiliki kapasitas keilmuan mumpuni. Di usia 23 tahun, ia pernah mengabdikan diri sebagai dosen Jurusan Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Semarang. Saat ini, Fayakhun Andriadi sudah menyelesaikan studi doktoralnya di Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
Meskipun saat ini telah disibukkan dengan beragam kegiatannya sebagai politisi, Fayakhun Andriadi tetap menyempatkan diri berbagi pengetahuan dengan masyarakat. Salah satu wujudnya adalah dalam bentuk tulisan. Beberapa buku telah rampung dia tulis, salah satunya adalah buku Demokrasi di Tangan Netizen yang terbit pada tahun 2016 lalu. Salah satu sub bab dalam buku tersebut membahas mengenai bagaimana partisipasi politik dijalankan.
Dalam sub bab yang sudah disebut dalam paragraf sebelumnya, Fayakhun Andriadi juga menyebutkan bahwa partisipasi politik ternyata juga memiliki ukurannya sendiri. Sebuah negara akan dikatergorikan tinggi tingkat partisipasi politiknya jika memenuhi ukuran-ukuran ini. Menurut Verba, Scholzman, dan Brady  (dalam Saiful Mujani, Liddle, dan Kuskridho: 2012) ukuran minimal dari partisipasi politik ada tiga: Pertama, ikut serta dalam pemilihan umum. Kedua, partisipasi dalam kampanye. Ketiga, mengontak pejabat publik.
Selain tiga ukuran tersebut di atas, Verba, Scholzman, dan Brady  (dalam Saiful Mujani, Liddle, dan Kuskridho: 2012) juga menambahkan dua unsur lagi sebagai ukuran partisipasi. Dua unsur yang dimaksud adalah:
Pertama, memberi sumbangan dalam kampanye. Keputusan dan kemauan seorang warga negara untuk berkontribusi dalam pendanaan kampanye merupakan indikator tindakan partisipasi politiknya. Hal ini merupakan ukuran-ukuran yang lebih luas terhadap bentuk-bentuk partisipasi politik.
Dalam perpolitikan Indonesia, meskipun sudah dimulai, pengaruh besar dari budaya ini mungkin belum terlalu terlihat. Berbeda dengan di Amerika Serikat, besarnya dana kampanye yang disumbang oleh masyarakat menjadi salah satu indikator penting potensi kekuatan dari seorang kandidat.
Kedua, turut serta dalam aksi protes. Aksi protes tidak sepenuhnya melibatkan warga negara. Untuk sampai pada keputusan ikut serta dalam aksi protes, dibutuhkan kemauan partisipasi politik yang kuat. Karenanya, tindakan ikut serta dalam aksi protes ini secara tidak langsung mengindikasikan partisipasi politik seorang warga negara.